
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jatim, Kombes Pol Frans Barung Mangera mengatakan, pihaknya telah menetapkan satu orang sebagai tersangka, dan telah melakukan penahanan terhadapnya.
"Ada satu yang kita tahan. Lelaki atas nama MJ," ujarnya, Rabu (7/8).
Ia menambahkan, dalam kasus ini, tersangka memiliki peran sebagai koordinator dalam percepatan pemberangkatan jemaah calon haji. Ia bertugas untuk menghubungi orang-orang yang menginginkan percepatan pemberangkatan haji.
"Para korban dihubungi oleh tersangka. Ia menyatakan bisa mempercepat pemberangkatan haji tahun 2019," tambahnya.
Tersangka mengiming-imingi para korban dengan percepatan pemberangkatan, jika membayar biaya Rp 5 juta sampai dengan Rp 35 juta per orang, dengan janji pasti akan berangkat lebih cepat. Namun ternyata, janji itu tidak terwujud, hingga kasus ini dilaporkan ke Polda Jatim.
Dalam kasus ini, para jemaah sebenarnya merupakan calon jemaah yang telah terdaftar resmi di pemerintah mulai tahun 2010 hingga 2018. Namun sebenarnya, mereka baru akan berangkat pada 2022 sampai 2024.
"Mereka semua resmi, tapi jadwal keberangkatannya nanti pada 2022 sampai 2024," tegasnya.
"Semua itu (korban) resmi (calon jemaah haji) tapi jatah keberangkatannya 2022 sampai 2024," kata Barung.
Ia pun mengaku, hingga kini polisi masih terus melakukan pengembangan terkait dengan kasus ini. Sebab, tidak menutup kemungkinan masih ada pelaku lain yang ikut berperan dalam persoalan ini.
Terkait dengan kasus ini, tersangka MJ pun dijerat dengan pasal 372 dan 378 KUHP tentang penggelapan dan penipuan. Dengan ancaman pidana paling lama 4 tahun penjara serta denda paling banyak sebesar Rp 900 juta.
Sebelumnya, sekitar 59 jemaah calon haji yang berasal dari berbagai daerah di Jatim, gagal berangkat, pada Senin (5/8) lalu. Penyebabnya, para jemaah calon haji itu ternyata tertipu program percepatan pemberangkatan haji, yang dijanjikan oleh oknum tertentu, dengan konsekwensi harus membayar biaya tambahan yang jumlahnya bervariasi.