816Agent
816WIN

Sabtu, 24 Agustus 2019

Masjid Pasantren, Syiar Islam di Garut dari Abad 18 Masehi

Masjid Pasantren, Syiar Islam di Garut dari Abad 18 MasehiMasjid Pasantren atau biasa disebut Masjid Mbah Wali menjadi salah satu masjid tertua di Kabupaten Garut. Bagaimana tidak, Masjid Pasantren ini dibangun pada abad ke-18. Kini masjid ini berdiri di tengah permukiman warga dan lingkungan pesantren di Kampung Pasantren Tengah, Desa Cibiuk Kidul, Kecamatan Cibiuk.

Masjid berusia lebih dari empat abad ini memiliki gaya arsitektur khas Jawa, yakni memiliki atap berbentuk limas yang bertingkat dua. Masih mempertahankan keasliannya sejak dibangun, masjid ini berdinding kayu dan anyaman bambu. Lantainya masih berupa papan panggung. Masjid ini tidak memiliki jendela pada dinding dasarnya. Cahaya yang masuk ke ruangan ini datang dari dinding atap atau celah-celah dinding anyaman bambu.

Di tengah masjid terdapat empat tiang kayu jati penopang atap yang tidak pernah diganti sejak pertama kali dibangun. Begitupun dengan tiang-tiang jati yang menyangga dinding terluar dan mimbarnya yang masih asli. Adalah Syekh Jafar Shidiq dan Syekh Maulana Mansyur yang memprakarsai pembangunan masjid ini. Arsiteknya didatangkan dari Pandeglang, Banten, dan membangunnya dengan bentuk yang sama seperti masjid-masjid di Banten.

Seluruh komponen bangunan masjid disatukan tanpa menggunakan paku besi. Kayu-kayu diukir sedemikian mungkin sehingga saling mengikat antara yang satu dengan lainnya. Bagian kayu lainnya diikat menggunakan tali serabut. Masjid tanpa jendela ini memberikan efek keteduhan, kata Khadim Masjid Pasantren, Ahmad Junaedi. Sedapat mungkin, renovasi dan perawatan masjid ini tidak mengubah banyak bentuk fisik masjid sejak awal dibangun.

"Kecuali atapnya yang berubah. Dulunya atap masjid ini terbuat dari balakbak atau susunan bambu. Kemudian diganti dengan ijuk supaya lebih awet. Pada tahun 50-an, atapnya diganti dengan genting supaya pemberontak DI/TII tidak mudah membakar masjid ini," kata Ahmad.

Masjid ini, kata Ahmad, menjadi tempat perlindungan masyarakat yang setia kepada NKRI dari kekejaman DI/TII. Terlebih, kawasan Cibiuk dan Haruman terkenal sebagai salah satu basis terkuat pemberontak DI/TII.

"Masjid ini tegak berdiri walaupun diterpa zaman yang silih berganti. Bupati terdahulu seperti Taufik Hidayat dan Aceng Fikri sering mengunjungi masjid ini dan merawat masjid. Tidak mengganti bahan bangunan asli, hanya memperkokohnya dengan menempel bahan yang baru," kata Ahmad.

Masjid ini diperlebar dengan cara yang unik. Sebuah bangunan masjid modern yang lebih besar didirikan menempel di belakang masjid kuno ini. Dengan demikian, masjid lama nampak seperti ruang mihrab berukuran besar bagi masjid baru.

"Masjid kuno ini selalu dipakai kegiatan salat Jumat dan kegiatan-kegiatan saat bulan Maulud atau Rajab. Kalau salat sehari-hari di bagian depan masjid baru. Kalau yang ziarah ke Haruman, biasanya mengunjungi masjid ini juga," tuturnya.