
Laporan tersebut terdaftar dalam nomor STPL/44/X/REN.4.1.1/2019/Subbagyanduan. Dalam membuat laporan tersebut, Gusti sebagai pelapor hanya menyertakan barang bukti berupa keterangan secara lisan saja.
"(Barang buktinya) apa adanya (hanya keterangan lisan dan enggak ada bukti visum)," kata Gusti di Polda Metro Jaya, Senin (14/10).
Saat itu, keduanya mengaku telah dianiaya ketika berusaha lari dari kejaran polisi. Karena, kedua korban tersebut saat itu berada di sekitar flyover ladokgi dan terpisah dari rombongan mahasiswa Unkris lainnya yang telah berkumpul di Bendungan Hilir.
"Kejadiannya di sekitar JCC. Kita ke sana karena ada gas air mata. Kita terpencar dengan teman-teman, lalu kabur ke sana (JCC Senayan) supaya tidak terkena gas air mata," ujarnya.
Saat ingin melarikan diri, keduanya tiba-tiba saja dipanggil polisi. Kala itu, polisi yang mengejarnya mengancam akan menembak kaki kedua korban jika tetap berlari.
Oleh karena itu, kedua korban tersebut memutuskan untuk tidak berlari lagi dan menyerahkan diri kepada polisi.
"Kebetulan ada satu polisi yang melihat saya berdua. Dia ancam kalau saya lari, nanti saya mau ditembak kaki. Akhirnya saya turutin saja kata-kata dia," jelasnya.
Ketika menyerahkan diri, keduanya justru dianiaya oleh aparat kepolisian. Akibatnya, mereka pun mengalami luka pada bagian kepala dan tangan.
Oleh karena itu, Gusti pun langsung dirujuk ke Rumah Sakit Pelni, Jakarta Pusat. Sementara, Yoverly hanya mendapatkan perawatan medis di Bidokkes Polda Metro Jaya. Namun, Gusti dan Yoverly tak mengetahui identitas polisi yang telah menganiayanya.
"Kita disuruh jalan jongkok (di Polda Metro Jaya), dia (polisi) memanggil teman-temannya untuk menghajar kami. (Yang menganiaya) memakai seragam semua, memakai rompi, memakai tutup kepala," ungkapnya.
Atas peristiwa penganiayaan tersebut, kedua korban melapor ke Propam Polda Metro Jaya. Ia pun berharap, agar Propam berani menindak tegas aparatnya yang terbukti menganiaya mahasiswa saat aksi unjuk rasa.
"Harapannya mengusut tuntas bagaimana caranya yang melakukan tindakan represif ini bisa ditindak tegas sesuai sanksi. Kesulitannya mungkin kita enggak tahu pelakunya," tutupnya.