"Selanjutnya direkomendasikan penetapan tanggap darurat kebakaran hutan Gunung Arjuno, permintaan pendampingan dari Pemprov Jatim dan permintaan pendampingan dan dukungan BNPB untuk operasi pemadaman menggunakan water bombing," kata Achmad Choirur Rochim, Kepala Seksi Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Batu, Kamis (1/8).
Hutan lereng Gunung Arjuno terbakar mulai Minggu (28/7) dan sempat padamkan pada Senin sekitar Pukul 11.30 WIB. Namun terpantau muncul titik api kembali mulai pukul 20.00 WIB.
Tim mengalami kendala dalam pelaksanaan penanganan di antaranya sulitnya menjangkau area kebakaran karena titik api berada di kemiringan 60 ke atas. Selain itu jarak lokasi titik area terbakar cukup jauh dan butuh waktu 4-8 jam perjalanan.
Titik area terbakar yang bisa diakses oleh Tim Gabungan Pemadaman sangat terbatas. Selain mempertimbangkan aspek keselamatan dan kesehatan (K3).
Tim juga mengalami keterbatasan sumber daya personel dengan kualifikasi pemadaman kebakaran di medan gunung hutan, khususnya dalam hal fisik.
"Peralatan pemadaman terbatas. Kemungkinan kecil pemadaman bisa dilakukan oleh petugas dengan peralatan manual," katanya.
Sehingga target operasi pemadaman mencegah rambatan api ke arah curah Sriti Gunung Mujur. Karena vegetasinya semak belukar yang akan sulit dipadamkan.
Apabila api sudah masuk wilayah tersebut, maka pemadamannya sangat sulit, kemungkinan kecil bisa dipadamkan oleh petugas. Sehingga padamnya kebakaran bergantung hujan.
Estimasi luasan kebakaran kawasan hutan yang selama ini sebagai konservasi itu sudah melebihi 70 Ha. Semakin luas cakupan hutan yang terbakar, juga berpotensi ancaman banjir bandang di musim hujan.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elistianto Dardak mengatakan, kebakaran hutan yang terjadi di beberapa titik di Jawa Timur menjadi perhatian pemerintahan propinsi. Semua siap bergerak guna menghadapi kondisi tersebut.
"Semua pihak siap bergerak cepat manakala terjadi yang seperti ini. Sudah dilibatkan, BPBD sudah melakukan identifikasi terkait hotspot. Kita ada imaging yang ngasih tahu hotspot," ungkapnya.
Emil juga menyampaikan hotspot terjadi karena kebakaran, tapi juga karena pembakaran untuk menggarap lahan. Tapi diingatkan, harus mempertimbangkan bahayanya di musim kemarau seperti sekarang ini.
"Ini diskusi terakhir kita yang akan terus kita sikapi dan cari solusinya," katanya.
Emil juga menegaskan, gubernur yang dulunya sorang pendaki gunung juga memberikan atensi bagaimana para pendaki gunung ikut menjaga selama musim kering sekarang ini. Karena memang kondisinya rawan, sehingga api mudah sekali menjalar.
"Mari kita lebih awas, lebih hati-hati," katanya.