
RR (35), seorang pegawai kontrak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Solo harus berurusan dengan polisi lantaran menyalahgunakan tugas dam kewenangan.
Diberikan kepercayaan sebagai staff Dispendukcapil di Kecamatan Laweyan, RR bertugas untuk mencetak bentuk fisik KTP. Namun kepercayaan tersebut malah dimanfaatkan untuk membuka layanan e-KTP palsu.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, warga Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon ini menerima imbalan sekitar Rp 500 ribu sekali mencetak e-KTP palsu. RR membidik masyarakat yang ingin membuat identitas ganda atau yang ingin mengurus e-KTP tanpa harus mengikuti mekanisme yang benar.
"Kasus ini masih kita dalami. Jadi sasarannya masyarakat yang ingin membuat identitas ganda. Atau masyarakat yang akan membuat e-KTP tanpa harus mengikuti mekanisme yang telah diatur," ujar Kasatreskrim Polresta Surakarta, AKP Arwansa, Kamis (06/11).
Penahanan Pelaku Ditangguhkan
Arwansa mengatakan, pelaku sempat ditahan selama sepekan. Namun atas permintaan keluarga, penahanan ditangguhkan. Apalagi, lanjut Arwansa, yang bersangkutan kooperatif saat pemeriksaan dan patuh ketika dipanggil sewaktu-waktu. Menurut dia, saat ini masih pihaknya sedang memproses pemberkasan untuk segera dilimpahkan ke Kejaksaan.
"Kalau sudah dinyatakan P2, pelaku dan dan barang bukti akan kita serahkan ke Kejaksaan Negeri Surakarta. Kalau nanti Jaksa meminta untuk ditahan, maka itu sudah kewenangan Jaksa," jelasnya.
Awal Mula Modus Pelaku Terbongkar
Ihwal terbongkarnya kasus tersebut karena adanya laporan dari Disdukcapil Kabupaten Karanganyar. Ada seorang warga yang mencoba mengajukan pinjaman ke salah satu bank dengan e-KTP palsu.
Saat perbankan akan mengakses data calon nasabah, data NIK-nya tidak keluar di database kependudukan, alias nomor NIK tersebut palsu.
"Kejadian ini kemudian dilaporkan ke Dispendukcapil Karanganyar, kemudian di Karanganyar dikoordinasikan ke Dispendukcapil Solo. Mereka kemudiam melaporkan ke Polresta Surakarta dan kita lakukan penangkapan," terangnya.
Pelaku Dijerat Pasal Berlapis
Dari pengakuan tersangka, dia sudah membuat 10 KTP. Praktik maladministrasi sudah dijalankan sejak tahun 2018. Sekali membuat KTP palsu, ia meminta jasa Rp 500 Ribu. Namun ternyata, pemesan hanya mendapatkan bentuk fisik dari KTP itu saja, namun ketika NIK dimasukkan tidak terbaca secara nasional.
Selain pelaku, kepolisian juga mengamankan sejumlah barang bukti. Diantaranya sebuah handphone milik pelaku, serta e-KTP palsu. Saat ini aparat kepolisian juga masih mendalami kasus, terkait keterlibatan pihak lain.
"Pelaku kita jerat dengan pasal berlapis, Undang-Undang No. 24 tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan Pasal 94 dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan atau pasal 96A. Ancaman hukumannya 10 tahun, serta pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara," pungkas dia.