816Agent
816WIN

Selasa, 16 Juni 2020

Kemen PPPA Sebut Pelaku Pemerkosa Remaja di Serpong Bisa Terancam Hukuman Kebiri

Kemen PPPA Sebut Pelaku Pemerkosa Remaja di Serpong Bisa Terancam Hukuman Kebiri

OR (16) seorang anak dibawah umur yang menjadi korban perkosaan oleh tujuh pria dewasa di daerah Tangerang Selatan, pada April 2020. Kini, empat dari tujuh orang pelaku sudah ditangkap oleh polisi.
Menanggapi hal itu, Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (PPPA) Nahar mengatakan, para pelaku sudah melanggar Undang-Undang perlindungan anak.
"Nah ketika ada kekerasan seksual, lalu korbannya anak. Maka ya betul itu ada kaitannya dengan Undang-undang perlindungan anak. Ketentuan pidana yang dilanggar, saya sih merekomendasikan pakai Pasal 81 tambahan Pasal 82 nomer 17 tahun 2016," kata Nahar saat dihubungi merdeka.com, Selasa (16/6).
Meski begitu, para pelaku tak hanya terancam hukuman kurungan penjara saja. Namun, para pelaku bisa terancam terkena hukuman kebiri kimia atas apa yang sudah diperbuatnya itu.
"Ini kan kasusnya menjadi menarik, kalau seandainya ini jadi mengingat semua orang. Karena UU 17/2016 itu kan tujuannya membuat efek jera pelaku. Jadi sebaiknya publik diingatkan kembali terkait dengan bahwa ini anak sudah meninggal. Satu dia sudah meninggal dan pelakunya itu lebih dari satu orang (7 orang)," ujarnya.
"Itu udah kena UU nomor 17 tahun 2016, tapi kemudian yang kita perlu dalami lagi. Apakah dia meninggalnya itu karena dia mengalami gangguan jiwa, akibat perbuatan itu. Itu bisa lebih berat lagi, bisa terancam kebiri (kimia) itu," sambungnya.
Ia berharap, para penyidik yang menangani kasus ini dapat mengetahui penyebab meninggalnya OR. Apakah dampak dari kekerasan seksual sehingga sampai Masuk Rumah Sakit Khusus Jiwa Darma Graha Serpong atau karena yang lainnya.
"Iya betul (harus didalami), kalau itu diakibatkan misalnya dia mengalami gangguan jiwa atau luka berat atau kena penyakit menular atau terganggu hilangnya fungsi reproduksi, itu salah satu unsur yang bisa dikenakan kebiri kimia dan pemeriksaan alat pendeteksi elektronik. Jadi memang ini sangat tergantung dari proses penyidikan begitu dan beberapa alat bukti yang dimiliki. Mudah-mudahan penyidik di Tangsel bisa menggali itu," jelasnya.
"Lalu kemudian proses hukumnya mudah-mudahan bisa menggali apakah ini juga berkaitan dengan persoalan dampak dari perbutan para pelaku," sambungnya.
Ternyata, tak hanya mendapatkan hukuman kebiri saja. Pelaku juga bisa dikenai hukuman pidana seumur hidup atau pidana hukuman mati.
"Karena kalau efek dari perbuatan itu, lalu kemudian mengakibatkan anak mengalami beberapa kebutuhan seperti dalam Pasal 81 ayat 5, itu bisa pemberatan dengan ancaman hukuman. Ada tambahan dan bisa dihukum bahkan bukan hanya 15 (tahun) bisa 20 (tahun) malah bisa, malah pilihannya pidana mati, seumur hidup dan lain-lain," ungkapnya.

Korban Dicekoki Obat

Sebelumnya, nasib malang dialami remaja belia berinisial OR, yang akhirnya menghembuskan napas terakhir usai menjadi korban pelecehan seksual oleh kelompok pemuda di Pagedangan, Kabupaten Tangerang. Dia meninggal di rumah kontrakan di Gang Asem, RT02 RW01 Nomor 63, Pondok Jagung, Serpong Utara, Tangerang Selatan, pada Kamis (11/6) kemarin.
Rohim, paman korban menceritakan, OR menjadi korban pelecehan oleh sekelompok remaja yang memaksanya menenggak beberapa pil hexcimer. Setelah dibuat teler, korban diperkosa secara bergiliran.
Dari pengaruh obat-obatan keras itu, dia menambahkan, kondisi kesehatan OR langsung menurun. Gadis putus sekolah itu, sempat berkali-kali tak sadarkan diri dan kerap mengeluh sesak di bagian dada dan tubuhnya terasa panas.
"Kondisinya semakin menurun dan akhirnya meninggal Kamis (11/6) kemarin sekitar jam 01.45 WIB. Di rumah kontrakan yang kami huni," jelas Rohim, Jumat (12/6).

Kebiri Kimia

Perlu diketahui, Kebiri kimia adalah proses menurunkan hasrat seksual dan libido, menggunakan obat-obatan yang disebut anafrodisiak. Untuk menjalani terapi kebiri itu, dibutuhkan waktu setidaknya tiga hingga lima tahun.
Uji coba penerapan kebiri kimia telah dilakukan di Swedia, Denmark, dan Kanada. Penerapan tersebut dilakukan, setelah percobaan serupa di Skandinavia, Eropa Utara, menunjukkan adanya penghematan biaya dari lima hingga 40 persen.
Tidak seperti kebiri bedah yang memerlukan operasi pengangkatan alat kelamin, sterilisasi dalam perawatan rutin.
"Kebiri kimia tidak lagi efektif setelah (terapi) dihentikan," ungkap National Center for Biotechnology Information (NCBI).
Leuprorelin, salah satu zat yang digunakan dalam kebiri kimia, merupakan obat yang digunakan untuk mengendalikan gairah seksual, fantasi, atau desakan seksual yang mengganggu, hingga kecenderungan berbahaya lainnya.
Obat lain yang biasa digunakan dalam kebiri kimia antara lain medroksiprogesteron asetat, siproteron asetat, dan LHRH. Obat kimia tersebut berfungsi untuk mengurangi kadar testosteron (laki-laki) dan estradiol (perempuan).

Dampak kebiri kimia

Meski dinilai lebih efektif, namun penerapan kebiri kimia dikabarkan memiliki efek samping bagi tulang hingga jantung. Dikatakan bahwa, kebiri kimia dapat mengakibatkan osteoporosis, penyakit kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah), depresi, rasa panas dan anemia.
Efek samping tersebut timbul, karena terapi kebiri kimia dapat mempengaruhi estrogen. Meskipun lebih banyak terdapat pada organ reproduksi wanita, tapi hormon estrogen juga memainkan peran penting dalam pertumbuhan tulang, fungsi otak, dan proses kardiovaskular pada pria.