
"Pelaku kita tangkap hari Rabu (4/9) di rumahnya," kata Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Samarinda Iptu Rehard Nixon, ditemui di kantornya, Selasa (10/9) sore.
Kasus itu dilaporkan ibu kandung korban, Senin (19/8) lalu. Dari laporan itu, polisi memeriksa sejumlah saksi, sekaligus melakukan visum terhadap korban. "Visumnya sudah kita terima. Hasilnya positif ada tanda kekerasan seksual terhadap korban," ujar Nixon.
Dijelaskan, perbuatan pelaku dilakukan sejak korban hendak mengikuti ujian sekolah kelas VI SD dua tahun lalu. Saat itu, korban masih tinggal berempat bersama pelaku, nenek, dan anggota keluarga lainnya.
"Setelah nenek korban meninggal, malam hari, pelaku pernah tepergok sama tantenya, si kakek ini menyelinap masuk ke kamar. Akhirnya, pintu kamar dikunci gembok," sebut Nixon.
"Seiring waktu, akhirnya korban mengaku kepada tantenya dicabuli pelaku. Sempat tidak percaya, karena berpikir tidak mungkin kakek berbuat asusila terhadap cucunya," tambah Nixon.
Pengakuan korban, akhirnya didengar sendiri ibu kandungnya. Juga setelah sempat tidak percaya, akhirnya sang ibu berkonsultasi psikolog. "Dari situ, ibunya memastikan putrinya tidak berbohong, dan akhirnya melapor ke Polresta tanggal 19 Agustus itu," sebut Nixon.
Dalam pemeriksaan Polwan, korban mengaku berulang kali jadi korban asusila kakeknya di rumah yang dia tinggali bersama kakek, nenek dan tantenya setiap pagi jelang sekolah, sejak neneknya masih hidup. "Korban ketakutan, karena diancam tidak diantar jemput sekolah kakeknya, yang setiap harinya sebagai sopir angkot. Pelaku tidak mengaku, tidak masalah," terang Nixon.
Pelaku dijebloskan ke penjara, setelah penyidik menjeratnya dengan UU No 35/2014 tentang Perubahan atas UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak. "Saya tidak tahu. Saya tidak pernah melakukan itu, karena dia kan cucu saya," bantah Hasim.