"Kebakaran itu hanya bisa dihentikan dengan curah hujan. Kalau water booming itu hanya di permukaan. Kalau curah hujan sampai meresap ke dalam," ucap Dody di kantornya, Jakarta, Selasa (30/7).
Menurut dia, lahan gambut di Indonesia memiliki kedalaman yang sangat berbeda dari wilayah lain. "Gambut di bumi kita ini, kedalamannya sampai 36 meter," ungkap Dody.
Dia menuturkan, dengan kedalaman lahan gambut Indonesia yang mencapai 36 meter, membuat penanganan kebakaran hutan menggunakan water booming tak sepenuhnya berhasil.
"(Misalnya) di permukaan sudah mati, tahu-tahunya di kedalaman 15 meter masih menyala," ucapnya.
Kondisi tersebut seperti dialami tim gabungan satgas penanggulangan kebakaran hutan dan lahan Provinsi Riau. Mereka kesulitan memadamkan api di lahan gambut di Kabupaten Siak. Penyebabnya, sumber air mengering.
Kepala Manggala Agni Daops Siak, Ihsan Abdillah, mengatakan kendala pemadaman dari darat karena sulit memperoleh sumber air. Petugas sudah melakukan penyekatan api dan mencoba membuat embung sebagai sumber air, namun air sangat minim didapatkan.
"Sumber air tidak ada dan sebagian dibuat embung tetapi airnya tidak banyak sehingga menyulitkan petugas, ditambah lagi yang terbakar ini gambut dalam," kata Ihsan.
Mengutip data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan per 8 Juli 2019, total luas hutan dan lahan yang terbakar mencapai 30.477 hektare. Daerah yang teridentifikasi paling parah berada di Riau dengan total mencapai 27.683 hektar.
Kemudian, Kalimantan Barat mencapai 2.274 hektare, Sumatera Selatan 236 hektare, Aceh 142 hektare, Kalimantan Timur 53 hektare, Kalimantan Tengah 27 hektare dan Jambi 4 hektare.