816Agent
816WIN

Rabu, 19 Februari 2020

Cinta Bersemi di Karantina Natuna

Cinta Bersemi di Karantina Natuna

Fadil (30), berjalan tegap setiba di Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM), Blang Bintang, Aceh Besar, Selasa (18/2). Menggunakan jaket kecoklatan, di dada kirinya tertempel bendera marah putih langsung disambut oleh rekan-rekannya sudah tiba sejam sebelumnya.
Dia tidak sendiri. Ada dua rekannya terbang dari Jakarta yang ikut diobservasi di Natuna selama 14 hari, yaitu Sapriadi dan Teuku Agusti Ramadhan. Masker tidak lagi menutup mulutnya. Begitu juga penumpang lainnya, semua tampak normal.
Fadil merupakan mahasiswa semester satu sedang mengambil studi doktor di Central China Normal University (CCNU), Wuhan, China. Selama wabah virus corona, sekarang diubah nama COVID-19, Fadil satu di antara puluhan mahasiswa Aceh berjuang bertahan hidup melawan virus mematikan itu.
"Alhamdulillah sehat, dari awal kita sehat," kata Fadil saat tiba di Bandara SIM. Fadil tampak satu persatu melayani salam hangat dari rekan-rekannya.
Fadil bersama dua rekannya rombongan terakhir tiba di Banda Aceh usai menjalani observasi di Natuna selema 14 hari. Sehari sebelumnya ada 11 mahasiswa juga sudah tiba di Aceh.
Mereka tidak terbang secara bersamaan. Delapan di antaranya tiba Senin (17/2) dibagi dalam dua jadwal penerbangan. Hayatul bersama tiga rekannya, Ory Safwar, Siti Mawaddah, dan Maisal Jannah rombongan pertama tiba.
Rombongan kedua yaitu Intan Maghfirah, Alfi Rian Tamara, Ita Kurniawati dan Jihadullah. Mereka mendarat pukul 10.35 WIB dengan maskapai Lion.
Tiba di bandara, delapan mahasiswa itu tidak hanya disambut oleh keluarga masing-masing, tetapi juga teman-teman mereka dari Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Tiongkok (PPIT) Aceh.
Total mahasiswa Aceh yang kuliah di Wuhan sebanyak 13 orang dinyatakan sehat. Semua mereka sudah berkumpul dengan keluarganya masing-masing. Begitu juga dengan 238 warga negara Indonesia (WNI) sudah kembali pada keluarga masing-masing.
Setelah menjalani observasi di Natuna usai dijemput dari Huwan oleh Pemerintah Indonesia, seluruh mahasiswa sudah dinyatakan sehat dan terbebas dari virus tersebut.
Fadil berharap, tidak ada lagi stigma negatif kepada seluruh mahasiswa yang diobservasi di Natuna. Ia berharap tidak ada lagi penolakan dari masyarakat. Semua ingin kembali bisa hidup dan berbaur dengan masyarakat seperti sediakala.
"Kita berharap jangan ada intimidasi, secara fisik, secara mental juga, kita akan kembali beraktivitas seperti biasa dengan masyarakat," ucapnya.
Sejak sebelum diobservasi di Natuna, Fadil mengaku semua dalam kondisi sehat, terutama mahasiswa asal Aceh. Sejak masih berada di Wuhan, tidak ada tanda-tanda terjangkit virus yang mematikan itu.
Sehingga masyarakat tidak perlu khawatir kepulangan mahasiswa asal China ke Tanah Air. Mereka sudah terbebas dari COVID-19, apa lagi setelah menjalani inkubasi di Natuna selama 14 hari.
"Kita sudah dinyatakan sehat, tidak perlu ada yang dikhawatirkan," ucapnya.
Selama di Natuna ada banyak kisah menarik diceritakan oleh Fadil. Apalagi mereka berkumpul dari seluruh penjuru Nusantara ini. Bertemu dengan berbagai suku, ras dan etnis bersatu penuh dengan kekeluargaan.
Fadil bercerita, selain mendapatkan teman baru juga saudara baru. Setiap hari mereka bertemu, olah raga, beraktivitas bersama. Sehingga cinta bersemi tidak dapat dihindari. Mereka kembali dengan harapan baru menemukan pasangan hidupnya.
Hal menarik, apa ya. Cinta lokasi mungkin ya," ucap Fadil sembari tertawa.
Banyak terjadi cinta lokasi di sana. Karena sering bersama, sebutnya, berbagi kisah dan beragam cerita. Sehingga membuahkan suatu rasa, hingga cinta bersemi di antara mahasiswa yang diobservasi di Natuna.
Namun Fadil mengaku tidak cinta lokasi. Menurutnya, selama berada di Natuna berjuang untuk mempertahankan hidup. Sehingga tidak sempat memikirkan hal-hal seperti itu.
Fadil mengaku setelah situasi semua terkendali akan kembali ke Huwan untuk melanjutkan pendidikannya. Apalagi sekarang dia baru semester satu, masih panjang perjalanan untuk bisa memperoleh gelar doktor di sana.
Kendati demikian, pendidikan mereka tetap berjalan seperti biasa. Tetapi bedanya tidak bertatap muka. Tetapi mereka tetap belajar dan berkomunikasi dengan dosen di Wuhan melalui internet.
"Kita tetap belajar, tetapi kita lewat internet," ucapnya.
Sempat Pasrah
Fadil, orang pertama yang memberitahukan kondisi Wuhan setelah terjangkit COVID-19 awal 2020. Melalui media sosial, dia menceritakan kondisi terkini dan menyampaikan ada puluhan putra-putri Aceh terjebak di kota pertama terjangkit virus tersebut.
Kondisi di sana saat itu tidak terkendali. Korban setiap harinya terus berjatuhan. Apa lagi Wuhan merupakan kota pertama kali terjangkit COVID-19 yang sangat mematikan.
Saat itu seakan-akan semua mereka hanya menunggu waktu, ikut terjangkit virus tersebut. Mereka sempat pasrah. Hanya bisa menghitung detik yang terus berputar tanpa ada kepastian, menunggu giliran kapan mereka akan terjangkit.
Sedangkan mereka tidak bisa pergi ke manapun, berbuat apapun selain hanya bisa mengurung diri di apartemen. Kalau pun keluar, hanya untuk membeli makanan. Tentunya saat keluar dari kamar, mereka menggunakan masker, sarung tangan dan pakaian yang menutup seluruh tubuh.
"Ini kapan menunggu waktu ya. Kayak menunggu giliran," ucapnya.
Namun Fadli mengaku tak boleh pasrah. Tapi harus melakukan sesuatu untuk bertahan hidup. Selain menyerahkan diri kepada sang pencipta.
Fadli kemudian mengabarkan kondisi mereka melalui media social. Postingan foto, video kondisi di Wuhan menjadi viral. Banyak diperbincangkan oleh warganet.
Lantas pemerintah Aceh merespons, lalu berkoordinasi dengan Fadil agar mendata seluruh mahasiswa asal Aceh yang berada di Wuhan dan daerah lainnya di China.
Melalui Dinas Sosial Aceh, Pemeritah Aceh membantu memenuhi kebutuhan logistik mahasiswa di Wuhan. Saat itu, pemerintah Aceh hanya itu yang bisa dilakukan. Sedangkan proses pemulangan itu kewenangannya Kementerian Luar Negeri Pemerintah Indonesia.
"Terima kasih kepada Pemerintah Aceh dan pihak lainnya yang sudah membantu kami," ucap Fadil.
Fadil mengaku selama masih berada di Wuhan yang sudah terisolir, terus memompa semangat dan puluhan rekan lainnya. Dia juga terus memberikan informasi kondisi terkini selama masih di Wuhan.
Kini mereka sudah kembali ke keluarga masing-masing. Sudah dapat bergaul kembali dengan masyarakat. Paska menjalani observasi di Natuna. Pemerintah Indonesia telah memutuskan seluruhnya terbebas dari virus COVID-19 yang mematikan itu.