816Agent
816WIN

Jumat, 15 Mei 2020

Kasus Covid-19 Makin Banyak, Relaksasi PSBB Sebaiknya Ditunda Dulu

Kasus Covid-19 Makin Banyak, Relaksasi PSBB Sebaiknya Ditunda Dulu

Peneliti Center For Innovation and Governance (Cigo) Fia UI, Eko Sakapurnama menilai, tidak seharusnya pemerintah melakukan relaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Sebab dari data yang ada, temuan kasus Covid-19 semakin banyak.
"Melihat perkembangan kasus baru Covid-19 semakin banyak, sebaiknya relaksasi PSBB tidak dilakukan dahulu," ujar Eko saat dihubungi, Kamis (14/5).
Diketahui, hingga Kamis (13/5) angka kasus positif Covid-19 tembus 16.006 orang.
Menurutnya, jika pemerintah ingin merelaksasi PSBB harus memperhatikan bedasarkan bukti-butki kajian di lapangan dan evaluasi kebiajakan PSBB yang telah diterapkan.
"Setelah itu dievaluasi dengan melibatkan seluruh stakeholder termasuk akademisi, asosiasi pengusaha, IDI, dan lain-lain, sehingga kebijakan yang diambil tidak serta merta hanya untuk memulihkan ekonomi. Tapi mencari balancing antara penanggulangan Covid-19 dan sektor ekonomi," tuturnya.
Selain angka yang semakin tinggi, kata Eko, peran dari Gugus Tugas Penanganan Percepatan Covid-19 harus segera mengevaluasi diri. Setidaknya ada dua hal yang menjadi perhatian, yakni tata laksana untuk masyarakat dan pastisipasi penerapan pola hidup masyarakat.
"Bagaimana, Tata laksana relaksasi harus dibuat jelas untuk semua sektor, sehingga masyarakat tidak bingung. Selanjutnya juga, evaluasi partisipasi masyarakat menerapkan pola hidup dan protap (protokol tetap) kesehatan selama pandemi, apakah sudah disiplin atau banyak pelanggaran," tuturnya.
Alasan pentingnya evaluasi sebelum menerapkan relaksasi, karena selama penerapan PSBB masih banyak pelanggaran yang terjadi di masyarakat.
"Relaksasi PSBB? Saat ini saja belum relaksasi orang-orang sudah banyak yang mobilisasi di luar. Khawatirnya ketika dilakukan relaksasi orang-orang memiliki argumentasi untuk melakukan aktivitas di luar rumah, meski itu kegiatan yang tidak penting," katanya.

Longgarkan PSBB

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta tim gugus tugas penanganan Covid-19 menyiapkan simulasi pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Ketua gugus tugas Doni Monardo mengatakan, Jokowi minta agar fase-fase yang dilakukan jelas. Sebab itu, Doni mengatakan, tim gugus tugas penanganan Covid-19 sudah menyiapkan empat bidang untuk melakukan tahap pelonggaran.
Mulai dari prakondisi, waktu, prioritas dan koordinasi. Dalam tahap pertama yaitu prakondisi, nantinya tim gugus tugas, kata Doni, akan bekerja sama dengan para akademisi mulai dari pakar epidemiologis, kesehatan masyarakat, sosiologi, komunikasi politik hingga ekonomi kerakyatan.
"Sehingga perhitungan-perhitungan yang mereka sampaikan itu bisa ditangkap oleh pemerintah," kata Doni.
Tidak hanya dengan para pakar, nantinya tim gugus tugas juga ajan bekerja sama dengan beberapa lembaga survei untuk mendapatkan data akurat. Terutama 8 Provinsi yaitu Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Bali, Banten, Jakarta, Bandung, Surabaya, serta Semarang, dengan mengajukan sejumlah pertanyaan yang akan disampaikan kepada 1.000 responden.
Dari hasil survei tersebut, kata dia, akan jadi acuan gugus tugas untuk memberikan masukan pada kementerian lembaga termasuk daerah. Terkait langkah apa yang harus dilakukan.
Kemudian dalam bidang prakondisi tersebut, pihaknya kata Doni nantinya akan melibatkan pakar di seluruh kota besar. Termasuk juga melibatkan tokoh masyarakat, ulama dan budayawan. Bidang kedua yaitu waktu atau timing, dia menjelaskan nantinya pihaknya akan melihat dari kepatuhan masyarakat setiap daerah yang akan lakukan pelonggaran. Dengan catatan bagi daerah belum menunjukkan kurva penurunan kasus Covid-19 tak diberikan kelonggaran PSBB.
Ketiga kata Doni yaitu prioritas. Nantinya pihaknya akan memberikan pada kementerian/lembaga termasuk kepada prov, kab, kota untuk bidang-bidang apa saja yang diberikan kelonggaran. Dia mencontohkan yaitu sektor pangan khususnya pasar, hingga restoran serta kegiatan yang menghindari masyarakat dari pemutusan hubungan kerja (PHK).
Terakhir kata Doni, yaitu koordinasi antara pusat daerah. Hal tersebut kata dia sangat penting untuk nantinya adanya pelonggaran.
"Jangan sampai nanti diberikan pelonggaran ternyata ada penolakan. Demikian juga mungkin dari daerah memutuskan untuk minta pelonggaran atas inisiatif sendiri, ternyata pusat melihat belum waktunya. Jadi koordinasi pusat daerah ini jadi prioritas kami," jelas Doni.