
Jakarta - Usia Tiffany Senter mungkin baru 25 tahun, namun ia sudah mengalami dua kali berganti paru-paru. Ia terlahir dengan penyakit cystic fibrosis, yang merupakan penyakit genetik kronis yang menyebabkan cairan lengket menumpuk di paru-paru dan beberapa organ lainnya, yakni pankreas, hati, ginjal dan usus.
Dikutip dari The Sun, karena kondisinya Tiffany terpaksa harus keluar sekolah. Kondisinya terus memburuk dan paru-parunya semakin melemah, sangat berbahaya baginya untuk berada di sekitar anak-anak yang jika mengalami flu bisa membahayakan nyawa Tiffany.
Saat berusia 17 tahun, Tiffany menjalani transplantasi paru yang menyelamatkan hidupnya. Sayangnya, empat tahun kemudian tubuhnya menolak organ baru tersebut dan kembali harus menunggu selama sembilan bulan, tiga bulan terakhirnya ia berada di rumah sakit dengan alat bantu napas dan untuk makan.
Sembari menanti donor organ baru untuk paru-parunya yang hanya berfungsi 9 persen, Tiffany menghabiskan waktunya menonton video tutorial make up di YouTube. Ia mencoba untuk membeli peralatan make up dan menciptakan tampilan baru yang ia lakukan semua di tempat tidurnya di rumah sakit.
"Paru-paru kananku sudah tak berfungsi, dan hanya satu bagian di paru-paru kiri saja yang bisa membantuku bernapas. Aku berasa akan segera mati, dan video-video tersebut menginspirasiku untuk melihat bahwa kamu bisa mengubah tampilanmu di luar. Mottoku adalah: jika kamu terlihat bagus, maka kamu akan merasa bagus pula. Aku harap bisa menjadi karir," tuturnya, dikutip dari Daily Mail.
Awalnya, paru-paru tersebut bekerja normal, setidaknya 93 persen. Akan tetap setelah 1,5 tahun, paru-parunya mengalami tahap pertama penolakan dan gagal. Tubuhnya kelewat trauma dan terlalu lemah untuk kembali menjalani transplantasi ketiga, kemungkinannya untuk bertahan hidup menjadi sangat rendah.
Tiffany terdiagnosis penolakan organ kronis, yang berarti mau sebanyak apa obat keras yang ia minum untuk menekan sistem imun tak mampu menghentikan tubuhnya untuk berpikir bahwa paru-parunya yang baru adalah benda asing dan mulai menyerangnya.
Kini, ia masih mampu bernapas dan harus menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah sakit. Ia berencana mengubah kamarnya di rumah menjadi studio rias dan mengejar impiannya menjadi ahli kosmetik dan mendapatkan lisensi bisnis rias.
Ia juga tak melupakan untuk berolahraga, ia masih mencoba angkat beban, panjat tebing dengan saudara laki-lakinya dan mendaki gunung dengan seluruh keluarganya. Ia selalu berterima kasih pada orang yang telah mendonorkan paru-paru pada dirinya.
"Sulit dilihat, kebanyakan dari kita tak dapat memberitahu bahwa kita sakit kronis. Rasanya manis dan pahit. Tak ada yang siap untuk menghadapi kemungkinan mati pada usia 25, jadi aku berharap obat-obatan ini dapat menjagaku tetap stabil dalam waktu yang lama. Aku merasa sangat beruntung untuk mendapatkan waktu yang kumiliki," tandasnya.