816Agent
816WIN

Sabtu, 16 Maret 2019

Peneliti Geologi: Waspada Gempa Besar dan Tsunami Selat Sunda

Petugas POS Pengamatan mencatat kegempaan saat Gunung Anak Krakatau (GAK) menyemburkan asap putih di Selat Sunda, Banten (29/11). Gunung ini mengalami kegempaan sebanyak 30 kali dari pagi hingga siang dan statusnya dinaikan menjadi waspada level II. ANTARA/Asep Fathulrahman
Bandung - Peneliti dari Pusat Survei Geologi Asdani Soehami mengatakan kawasan Selat Sunda berpotensi gempa besar (megathrust) dan tsunami. Berdasarkan riwayat kejadiannya, gempa besar itu pernah terjadi pada 3-4 abad silam. “Kita perlu waspadai itu. Di Selat Sunda ada akumulasi tegangan yang jadi cikal bakal gempa di masa datang,” katanya.

Berdasarkan studi seismoteknik yang berbasis pada asal-usul kejadian gempa bumi (seismogenetik) kata Asdani, Selat Sunda dan sekitarnya memiliki sepuluh Zona Sumber Gempa Bumi, di antaranya megathrust selatan Jawa Barat, Selat Sunda, Benioff Jawa Barat-Banten, Benioff Selat Sunda Utara,dan Benioff Utara Jawa Barat-Banten.
“Selat Sunda memiliki patahan aktif kelas A, dengan magnitude maksimum lebih dari 7,0,” ujarnya di acara Geoseminar di Auditorium Museum Geologi Bandung, Jumat, 15 Maret 2019.
Berdasarkan peta sumber gempa Indonesia 2017, di wilayah Selat Sunda ada dua patahan yang tersambung. Patahan Semangko segmen dari Sesar Besar Sumatera dengan magnitude maksimal 7,6, beririsan dengan patahan Selat Sunda yang bermagnitude maksimal 7,2.
Di bagian selatan ada jalur subduksi atau penunjaman lempeng Indo-Australia ke lempeng Eurasia. Potensi maksimal gempa besarnya pada segmen Selat Sunda-Banten misalnya, terhitung bermagnitude 8,8. “Zona patahan aktif Sumatera yang paling berperan di Selat Sunda,” kata Asdani.
Menurutnya, zona gempa besar dari perairan sepanjang barat Sumatera hingga selatan Jawa-Bali terbagi dalam sembilan bagian atau segmentasi. Mayoritas telah menimbulkan gempa besar pada kurun abad ke-20. “Yang belum Selat Sunda dan selatan Bali,” ujarnya.
Megathrust segmen Nias menghasilkan Gempa Nias bermagnitudo 8,7 pada 2005. Segmen Mentawai pecah pada 2007 bermagnitudo 7,9. Adapun segmen Bengkulu tercatat sudah dua kali pada 1914 dan 2007 bermagnitudo 8,4.
Megathrust segmen Pelabuhan Ratu pada 1903 bermagnitudo 8,1. Kemudian segmen Pangandaran ketika 2006 dengan kekuatan 7,7 Mw. Selain itu ada dua kejadian gempa besar lainnya.
Segmen Kulonprogo pada 1913 dan 1921 bermagnitudo 8,1 dan 7,5. Lalu pada 1994 giliran segmen Banyuwangi yang mencetuskan gempa bermagnitude 7,8.
Peneliti gempa dari Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi Amalfi Omang mengatakan, segmen megathrust Selat Sunda menyimpan potensi gempa berkekuatan maksimal 8,7 Mw. Berdasarkan hasil pemodelan yang dibuatnya, dampak gempa besar itu meluas.
Khusus wilayah barat daya Banten dan Jawa Barat berpotensi mengalami guncangan tanah maksimum. “Intensitas gempa hingga IX MMI,” ujarnya. Skala itu merujuk pada kondisi kerusakan pada bangunan yang kuat, rangka-rangka rumah menjadi tidak lurus, banyak retak. Rumah tampak agak berpindah dari pondasinya dan pipa-pipa dalam rumah putus.
BMKG menggolongkan skala itu dengan warna merah yang berarti gempa menimbulkan kerusakan berat.