“Jaksa katanya belum siap dengan tuntutan. Ibu saya jadi merasa kecewa terhadap kinerja jaksa,” ujar salah seorang adik perempuan korban. So Hwi sendiri selalu hadir mengikuti persidangan kasus pembunuhan anak lelaki satu-satunya itu. Karena itu, dia pingsan setelah mengetahui bahwa pembunuh anaknya tidak termasuk dalam rombongan terdakwa yang duduk di ruang siding menunggu majelis hakim menyidangkan kasus masing-masing.
Dengan demikian, sudah untuk kelima kalinya So Hwi hadir untuk dengarkan tuntutan namun selalu ditunda karena jaksanya belum siap membacakan requisitornya. Akhirnya So Hwi pun digotong keluarga meninggalkan pengadilan.
Tika, salah satu adik korban Herdi Sibolga alias Acuan yang jadi korban pembunuhan berencana itu meminta Kejaksaan Agung segera menuntut terdakwa untuk kemudian majelis hakim menjatuhkan hukuman maksimal terhadap terdakwa Handoko alias Alex dan Abdullah Sunandar dalam kasus pembunuhan sadis itu. “Mama saya bertanya, di mana keadilan? Apakah pembunuh itu dilepaskan sehingga tidak disidangkan?,” kata Tika sembari membopong ibunya yang pingsan.
“Mama sudah menunggu hamper dua bulan tetapi persidangan ditunda. Kapan lagi kita dengarkan tuntutan dibacakan di persidangan ya?,” begitu selalu Mama bertanya. “Kami yang awam hukum tidak bisa memberi penjelasan kepadanya,” ujarnya mengaku prihatin melihat kondisi ibunya yang sudah tua harus naik-turun tangga pengadilan tetapi sidang tidak digelar.
“Kami capek bolak-balik. Apalagi ibu saya sudah tua, jalan sudah harus dibantu tongkat. Pekan depan kalau tidak sidang lagi kami anggap jaksa itu tidak becus bekerja,” kata adik korban.
JPU Nugraha SH MH dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta terakhir menghadapkan terdakwa Handoko alias Alex dan Abdullah Sunandar ke persidangan, Selasa (29/1). Berarti sudah hampir dua bulan belum pernah sidang lagi.
Dalam persidangan sebelumnya kedua terdakwa Alex dan Sunandar mengakui perbuatannya kepada Ketua Majelis Hakim Dodong Iman Rusdani SH MH dengan hakim anggota Chrisfajar Sosiawan SH MH dan Sutedjo Bomantoro SH MH. Kedua terdakwa mengatakan bahwa pembunuhan itu direncanakan mereka berdua dalam tiga kali pertemuan di Ancol, Pademangan, Jakarta Utara. Pelaksanaan eksekusi juga mereka mulai dari Ancol.
Handoko alias Alex pada berita acara pemeriksaan dan dari beberapa saksi di persidangan disebutkan adalah orang yang menyewa pembunuh bayaran untuk mengantarkan korban Herdi Sibolga alias Acuan ke balik papan (liang kubur-red). Para eksekutor itu empat pembunuh bayaran yang dibayar sebanyak Rp.400 juta untuk mengeksekusi Acuan.
“Mengapa terdakwa tega melakukan pembunuhan kepada korban Acuan, padahal dulunya kalian berteman. Apakah karena persaingan usaha penjualan solar, yang katanya penjualan terdakwa Alex menurun kerena korban mengatakan bahwa literan solar yang dibeli dari terdakwa tidak pas?,” tanya Hakim Dodong, yang dijawab: “Bukan hakim. Waktu itu penjualan saya justru semakin meningkat,” jawab Alex.
“Lalu apa yang menyebabkan terdakwa sampai tega membunuh?” tanya hakim Dodong lagi, yang dijawab: “Dia menantangi saya. Saya sakit hati. Dia naik mobil dan berhenti di tempat saya pas lagi nongkrong, dan menurunkan kaca mobilnya. Dari dalam mobil dia berkata: mana Alex? Mana Alex? Yang dikawal banyak tentara itu? Biar saya kenal dulu dia, katanya sembari meludah-ludah di depan saya. Sejak itulah saya sakit hati sama dia,” jawab Alex. Terdakwa tidak memperlihatkan adaya ekspresi penyesalan. Lontaran kata-katanya masih sepertinya mengandung dendam yang dalam.
Terdakwa Sunandar awalnya mencari orang yang dapat menyingkirkan korban Herdi Sibolga alias Acuan. Tapi akhirnya Abdulah Sunandar-lah yang menjadi eksekutornya dengan minta bantuan kepada Marno dan Suwondo, oknum TNI-AL yang saat ini sedang diproses di Puspom TNI AL.